Selasa, 13 Desember 2016

Penerapan Departementasi pada Perusahaan

DEPARTEMENTALISASI

Depertemenlisasi adalah : proses penentuan cara bagaimana kegiatan yang dikelompokkan. Beberapa bentuk departemenlisasi sbb :
 1. Fungsi
 2. Produk atau jasa
 3. Wilayah
 4. Langganan
 5. Proses atau peralatan
 6. Waktu
 7. Pelayanan
 8. Alpa – Numeral
 9. Proyek dan matriks

DEPARTEMENTALISASI FUNGSIONAL
Departementalisasi fungsional mengelompokkan fungsi-fungsi yang sama atau kegiatan-kegiatan sejenis untuk membentuk suatu satuan organisasi. Semua individu-individu yang melaksanakan fungsi yang sama dikelompokkan bersama, seperti seluruh personalia penjualan, akuntansi, programmer komputer, dan sebagainya.
Organisasi fungsional ini barangkali merupakan bentuk yang paling umum dan bentuk dasar departementalisasi. Gambar 6.1 menunjukkan departementalisasi fungsional yang digunakan pda tingkatan manajemen puncak dalam membagi empat fungsi utama bisnis, produksi, pemasaran, keuangan dan personalia (kepegawaian).



Kebaikan pendekatan fungsional. Kebaikan utama pendekatan fungsional adalah bahwa pendekatan ini menjaga kekuasaan dan kedudukan fungsi-fungsi utama, menciptakan efisiensi melalui spesialisasi, memusatkan keahlian organisasi, dan memungkinkan pengawasan manajemen puncak lebih ketat terhadap fungsi-fungsi. Pendekatan ini cocok untuk lingkungan yang stabil serta memerlukan koordinasi internal yang minimum, membutuhkan lebih sedikit ketrampilan-ketrampilan dasar pribadi, dan meminimumkan duplikasi personalia dan peralatan dari segi biaya.
Kelemahan struktur fungsional. Bagaimanapun juga, pendekatan fungsional mempunyai berbagai kelemahan. Struktur fungsional dapat menciptakan konflik antar fungsi-fungsi, menyebabkan kemacetan-kemacetan pelaksanaan tugas yang berurutan, memberikan tanggapan lebih lambat terhadap perubahan, hanya memusatkan pada kepentingan tugas-tugasnya, dan menyebabkan para anggota berpandangan lebih sempit serta kurang inovatif.
Koordinasi antara dan di antara fungsi-fungsi menjadi kompleks dan lebih sulit sejalan dengan pertumbuhan organisasi. Tanggung jawab atas keseluruhan pelaksanaan kegiatan berhenti hanya sampai puncak.

Pendekatan Untuk Mencapai Kordinasi yang Efektif

Pendekatan – pendekatan untuk mencapai koordinasi yang efektif

Komunikasi adalah kunci koordinasi yang efektif. Koordinasi secara langsung tergantung pada perolehan, penyebaran dan pemrosesan informasi. Semakin besar ketidakpastian tugas yang dikoordinasi, semakin membutuhkan informasi. Pada dasarnya koordinasi merupakan pemrosesan informasi. Terdapat tiga pendekatan untuk pencapaian koordinasi yang efektif, yaitu:


Teknik-Teknik Manajemen Dasar
Untuk mencapai koordinasi yang efektif kita dapat menggunakan mekanisme teknik-teknik manajemen dasar : hirarki manajerial, rencana dan tujuan sebagai pengarah umum kegiatan-kegiatan serta aturan-aturan dan prosedur-prosedur. Organisasi relatif tidak memerlukan peralatan koordinasi lebih dari teknik-teknik  tersebut.

Kasus Delegasi Wewenang dan Manajemen Personalia

Kasus Delegasi Wewenang PT Selamat Sempurna Tbk

Perusahaan ini bergerak di bidang manufaktur, yaitu memproduksi filter, radiator, oil cooler, condenser, brake pipe, fuel pipe, fuel tank, exhaust system, dan press part.

Berdasarkan keterangan yang didapat dari website resminya, PT Selamat Sempurna Tbk mengungkapkan mengenai profil perusahaannya yaitu:
     
PT Selamat Sempurna Tbk. (“Perseroan”) didirikan di Indonesia pada tanggal 19 Januari 1976. Pada tahun 1994, Perseroan mengakuisisi PT Andhi Chandra Automotive Products (ACAP). Selanjutnya pada tahun 1995, Perseroan juga melakukan kegiatan investasi pada PT Panata Jaya Mandiri, suatu perusahaan patungan (joint venture) bersama Donaldson Company Inc, USA. Pada tahun 1996, Perseroan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya (sekarang Bursa Efek Indonesia) agar publik dapat ikut berpartisipasi memiliki saham Perseroan tersebut.

Pada tahun 2000, Perseroan memperoleh pernyataan efektif dari BAPEPAM untuk melakukan penawaran umum obligasi dengan jumlah nominal Rp. 100 Milyar, yang telah dicatatkan di Bursa Efek Surabaya pada tanggal 31 Juli 2000 dan obligasi tersebut telah memperoleh peringkat “id A” (stable outlook) berdasarkan hasil pemeringkatan dari PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo).

Pada tahun 2000, ACAP melakukan penawaran perdana sebagian sahamnya kepada masyarakat melalui Bursa Efek Jakarta. Untuk terus mendukung rencana pengembangan Perseroan, maka pada

akhir tahun 2000 Perseroan telah mendirikan dan meresmikan Training Center, sebuah fasilitas pengembangan sumber daya manusia untuk mencetak tenaga teknis dan manajemen yang handal.

Pada tahun 2001, Perseroan mulai mengoperasikan fasilitas produksi baru untuk produk filter di Curug, Tangerang. Pada tahun 2004, Perseroan memperluas gudang penyimpanan yang baru mejadi seluas 10.000 m2 di daerah Tangerang.

Pada tahun 2005, Perseroan telah melunasi seluruh hutang obligasinya, dimana sebelum pelunasan hutang obligasi tersebut, yaitu pada bulan April 2005, Pefindo, telah meningkatkan peringkat efek obligasi Perseroan tersebut dari “id A” menjadi “id A+”.

Pada tahun 2005 Perseroan melakukan kegiatan investasi dengan mengambil bagian atas modal ditempatkan dalam pendirian PT International Steel Indonesia, suatu perusahaan patungan (joint venture) bersama Daewoo International Corporation, Korea yang bergerak dalam bidang pemrosesan besi baja.

Pada tahun 2006, sebagai bagian dari upaya yang berkesinambungan dan dalam rangka meningkatkan nilai bagi para pemegang saham, Dewan Komisaris dan Direksi Perseroan dan ACAP memutuskan untuk menggabungkan ACAP dan Perseroan dalam satu perusahaan yaitu PT Selamat Sempurna Tbk (Perusahaan Hasil Penggabungan).

Pada tahun 2009, berdasarkan Perjanjian Pembelian Saham POSCO (Korea), pihak ketiga, membeli 65% dari modal disetor dan ditempatkan dari para pemegang saham ISI, termasuk pemilikan saham Perusahaan di ISI sebesar 25%, sehingga komposisi pemegang saham ISI yang baru menjadi POSCO, Daewoo International Corporation dan Perseroan. Selanjutnya ISI berganti nama menjadi PT POSCO Indonesia Jakarta Processing Centre.

Pada tahun 2010, Perseroan menerbitkan Obligasi Selamat Sempurna II Tahun 2010 dengan tingkat bunga tetap yang memperoleh peringkat “id AA-” dari Pefindo. Obilgasi ituterdiri dari:
1. Seri A dengan tingkat bunga tetap 8,9% dan tanggal jatuh tempo 13 Juli 2011.
2. Seri B dengan tingkat bunga tetap 10,3% dan tanggal jatuh tempo 8 Juli 2013.
3. Seri C dengan tingkat bunga tetap 10,8% dan tanggal jatuh tempo 8 Juli 2015.
      Total nilai nominal ketiga obligasi tersebut adalah Rp 240 miliar, di mana nilai nominal masing-masing seri sebesar Rp 80 miliar. Dana hasil penawaran umum obligasi digunakan untuk membayar hutang bank dan sebagai modal kerja untuk pembelian bahan baku, bahan penolong, dan barang jadi.
Pada Juli 2011, Perseroan telah melunasi Obligasi Selamat Sempurna II Tahun 2010 dengan tingkat bunga tetap – Seri A, di mana sebelum pelunasan hutang obligasi tersebut, yaitu pada bulan April 2011, obligasi Perseroan memperoleh peringkat “id AA-” dari Pefindo.

Pada bulan Januari 2012, Perseroan menandatangani perjanjian kerjasama dengan Tokyo Radiator MFG. Co., Ltd., (Tokyo Radiator), untuk membentuk PT Tokyo Radiator Selamat Sempurna (TRSS). TRSS bergerak dalam bidang industri radiator dan produk terkait dan berdomisili di Tangerang, Indonesia. Sampai dengan tanggal 31 Desember 2012, Perusahaan memiliki penyertaan saham pada TRSS sebesar Rp 5.676.000.000 atau 33% dari saham TRSS.

Pada Mei 2012, Perseroan menandatangani Perjanjian Pemesanan Saham sehubungan dengan transaksi penyertaan saham di PT Hydraxle Perkasa (HP), pihak berelasi dan berada dibawah pengendalian yang sama dengan Perusahaan, sejumlah 722.588.000 saham atau yang merupakan 49% dari modal ditempatkan dan disetor HP, dengan nilai perolehan sejumlah Rp113.132.316.000. Berdasarkan perjanjian tersebut, Perseroan juga memiliki hak opsi untuk menambah penyertaan saham di HP sejumlah 60.000.000 saham melalui penerbitan saham baru oleh HP, dengan harga pelaksanaan sebesar Rp 157 (“Hak Opsi”), atau sebesar Rp9.420.000.000 sehingga penyertaansaham Perseroan di HP akan menjadi 51% dari modal ditempatkan dan disetor HP setelah pelaksanaan hak opsi tersebut oleh Perusahaan. Jangka waktu pelaksanaan Hak Opsi tersebut adalah 8 (delapan) bulan, yaitu sejak tanggal Perjanjian Penyertaan Saham (1 Mei 2012) hingga tanggal 31 Desember 2012. Perseroan telah melaksanakan hak opsi tersebut pada tanggal 1 Agustus 2012.

Pada November 2012, berdasarkan Keputusan Sirkuler Pemegang Saham POSCO-IJPC, para pemegang saham menyetujui, antara lain, untuk meningkatkan modal ditempatkan dan disetor POSCO-IJPC sebesar US$ 15.497.976 sesuai dengan persentase kepemilikan saham dari masing-masing pemegang saham, dimana proporsi peningkatan penyertaan saham Perseroan pada POSCO – IJPC adalah sebesar US$ 2.324.696.

Pada perusahaan ini terdapat sebuah manajemen yang menunjang visi dan misi perusahaan tersebut, hal ini ditandai dengan adanya struktur organisasi pada perusahaan tersebut.

Dimana terdapat seorang Direksi yang berperan sebagai pimpinan perusahaan (Manajemen Puncak), dan membawahi beberapa divisi (Manajemen Menengah).

Delegasi Wewenang, Centralisasi vs Desentralisasi

Delegasi Wewenang, Centralisasi vs Desentralisasi

Pendelegasian wewenang merupakan sesuatu yang vital dalam organisasi kantor. Atasan perlu melakukan pendelegasian wewenang agar mereka bisa menjalankan operasi manajemen dengan baik. Selain itu, pendelegasian wewenang adalah konsekuensi logis dari semakin besarnya organisasi. Bila seorang atasan tidak mau mendelegasikan wewenang, maka sesungguhnya organisasi itu tidak butuh siapa-siapa selain dia sendiri.Bila atasan menghadapi banyak pekerjaan yang tak dapat dilaksanakan oleh satu orang, maka ia perlu melakukan delegasi. Pendelegasian juga dilakukan agar manajer dapat mengembangkan bawahan sehingga lebih memperkuat organisasi, terutama di saat terjadi perubahan susunan manajemen.
      Yang penting disadari adalah di saat kita mendelegasikan wewenang kita memberikan otoritas pada orang lain, namun kita sebenarnya tidak kehilangan otoritas orisinilnya. Ini yang sering dikhawatirkan oleh banyak orang. Mereka takut bila mereka melakukan delegasi, mereka kehilangan wewenang, padahal tidak, karena tanggung jawab tetap berada pada sang atasan. Berikut ada tips bagaimana mengusahakan agar para atasan mau mendelegasikan wewenang.

Pendelegasian

     Pendelegasian (pelimpahan wewenang) merupakan salah satu elemen penting dalam fungsi pembinaan. Sebagai manajer perawat dan bidan menerima prinsip-prinsip delegasi agar menjadi lebih produktif dalam melakukan fungsi-fungsi manajemen lainnya. Delegasi wewenang adalah proses dimana manajer mengalokasikan wewenang kepada bawahannya.
Ada empat kegiatan dalam delegasi wewenang:
1. Manager perawat/bidan menetapkan dan memberikan tugas dan tujuannya kepada orang yang diberi pelimpahan;
2. Manajer melimpahkan wewenang yang diperlukan untuk mencapai tujuan;
3. Perawat/bidan yang menerima delegasi baik eksplisit maupun implisit menimbulkan kewajiban dan tanggung jawab.
4. Manajer perawat/bidan menerima pertanggungjawaban (akontabilitas) atas hasil yang telah dicapai.

Alasan pendelegasian :
Ada beberapa alasan mengapa pendelegasian diperlukan.
Pendelegasian memungkinkan manajer perawat/bidan mencapai hasil yang lebih baik dari pada semua kegiatan ditangani sendiri.
Agar organisasi berjalan lebih efisien.
Pendelegasian memungkinkan manajer perawat/bidan dapat memusatkan perhatian terhadap tugas-tugas prioritas yang lebih penting.
Dengan pendelegasian, memungkinkan bawahan untuk tumbuh dan berkembang, bahkan dapat dipergunakan sebagai bahan informasi untuk belajar dari kesalahan atau keberhasilan.


A. Istilah dan Pengertian Sentralisasi :
Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang atas segala urusan yang menyangkut pemerintahan kepada tingkat pusat.. Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah. Bahkan pada zaman kerajaan, pemerintahan kolonial, maupun di zaman kemerdekaan.Istilah sentralisasi sendiri sering digunakan dalam kaitannya dengan kontrol terhadap kekuasaan dan lokasi yang berpusat pada satu titik.
Dewasa ini, urusan- urusan yang bersifat sentral adalah :
• Luar Negri
• Peradilan
• Hankam
• Moneter dalam arti mencetak uang, menentukan nilai uang, dan sebagainya.
• Pemerintahan Umum

B. Istilah dan Pengertian Desentralisasi
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia

Desentralisasi di bidang pemerintahan adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada satuan organisasi pemerintahan di wilayah untuk meyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami wilayah tersebut.
Dengan demikian, prakarsa, wewenang,dan tanggung jawab mengenai urusan yang diserahkan pusat menjadi tanggung jawab daerah , baik mengenai politik pelaksanaannya, perencanaan, dan pelaksanaannya maupun mengenai segi pembiayaannya. Perangkat pelaksananya adalah perangkat daerah itu sendiri.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974, desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari pusat kepada daerah. Pelimpahan wewenang kepada Pemerintahan Daerah, semata- mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien.

Tujuan dari desentralisasi adalah :
• mencegah pemusatan keuangan;
• sebagai usaha pendemokrasian Pemerintah Daerah untuk mengikutsertakan rakyat bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
• Penyusunan program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat local sehingga dapat lebih realistis.

Desentralisasi dapat dilakukan melalui empat bentuk kegiatan utama, yaitu:
• Dekonsentrasi wewenang administratif
Dekonsentrasi berupa pergeseran volume pekerjaan dari departemen pusat kepada perwakilannya yang ada di daerah tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan.
• Delegasi kepada penguasa otorita
Delegasi adalah pelimpahan pengambilan keputusan dan kewewenangan manajerial untuk melakukan tugas –tugas khusus kepada suatu organisasi yang secara langsung berada di bawah pengawasan pusat.
• Devolusi kepada pemerintah daerah
Devolusi adalah kondisi dimana pemerintah pusat membentuk unit-unit pemerintahan di luar pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada unit-unit itu untuk dilaksanakan secara mandiri. Devolusi adalah bentuk desentralisasi yang lebih ekstensif untuk merujuk pada situasi di mana pemerintah pusat mentransfer kewenangan kepada pemerintah daerah dalam hal pengambilan keputusan , keuangan dan manajemen.
• Pemindahan fungsi dari pemerintah kepada swasta
Yang di sebut sebagai pemindahan fungsi dari pemerintahan kepada swasta atau privatisasi adalah menyerahkan beberapa otoritas dalam perencanaan dan tanggung jawab admistrasi tertentu kepada organisasi swasta.

C. Dampak Positif dan Negatif Sentralisasi
• Segi Ekonomi
Dari segi ekonomi, efek positif yang di berikan oleh sistem sentralisasi ini adalah perekonomian lebih terarah dan teratur karena pada sistem ini hanya pusat saja yang mengatur perekonomian. Sedangkan dampak negatifnya adalah daerah seolah-olah hanya di jadikan sapi perahan saja dan tidak dibiarkan mengatur kebijakan perekonomiannya masing- masing sehingga terjadi pemusatan keuangan pada Pemerintah Pusat.
• Segi Sosial Budaya
Dengan di laksanakannya sistem sentralisasi ini, perbedaan-perbadaan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia dapat di persatukan.Sehingga, setiap daerah tidak saling menonjolkan kebudayaan masing-masing dan lebih menguatkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang di miliki bangsa Indonesia .
Sedangkan dampak negatif yang di timbulkan sistem ini adalah pemerintah pusat begitu dominan dalam menggerakkan seluruh aktivitas negara. Dominasi pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah telah menghilangkan eksistensi daerah sebagai tatanan pemerintahan lokal yang memiliki keunikan dinamika sosial budaya tersendiri, keadaan ini dalam jangka waktu yang panjang mengakibatkan ketergantungan kepada pemerintah pusat yang pada akhirnya mematikan kreasi dan inisiatif lokal untuk membangun lokalitasnya.
• Segi Keamanan dan Politik
Dampak positif yang dirasakan dalam penerapan sentralisasi ini adalah keamanan lebih terjamin karena pada masa di terapkannya sistem ini, jarang terjadi konflik antar daerah yang dapat mengganggu stabilitas keamanan nasional Indonesia. Tetapi, sentralisasi juga membawa dampak negatif dibidang ini. Seperti menonjolnya organisasi-organisasi kemiliteran. Sehingga, organisasi-organisasi militer tersebut mempunyai hak yang lebih daripada organisasi lain.
Dampak positif yang dirasakan di bidang politik sebagai hasil penerapan sistem sentralisasi adalah pemerintah daerah tidak harus pusing-pusing pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan, karena seluluh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat. Sehingga keputusan yang dihasilkan dapat terlaksana secara maksimal karena pemerintah daerah hanya menerima saja.
Sedangkan dampak negatifnya adalah terjadinya kemandulan dalam diri daerah karena hanya terus bergantung pada keputusan yang di berikan oleh pusat. Selain itu, waktu yang dihabiskan untuk menghasilkan suatu keputusan atau kebijakan memakan waktu yang lama dan menyebabkan realisasi dari keputusan tersebut terhambat.

D. Dampak Positif dan Negatif Desentralisasi
• Segi Ekonomi
Dari segi ekonomi banyak sekali keuntungan dari penerapan sistem desentralisasi ini dimana pemerintahan daerah akan mudah untuk mengelola sumber daya alam yang dimilikinya, dengan demikian apabila sumber daya alam yang dimiliki telah dikelola secara maksimal maka pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat akan meningkat. Seperti yang diberitakan pada majalah Tempo Januari 2003 “Desentralisasi: Menuju Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Berbasis Komunitas Lokal”.
Tetapi, penerapan sistem ini membukan peluang yang sebesar-besarnya bagi pejabat daerah (pejabat yang tidak benar) untuk melalukan praktek KKN. Seperti yang dimuat pada majalah Tempo Kamis 4 November 2004 ( http://www.tempointeraktif.com ) “ Desentralisasi Korupsi Melalui Otonomi Daerah”.
“Setelah Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, resmi menjadi tersangka korupsi pembelian genset senilai Rp 30 miliar, lalu giliran Gubernur Sumatera Barat Zainal Bakar resmi sebagai tersangka kasus korupsi anggaran dewan dalam APBD 2002 sebesar Rp 6,4 miliar, oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. Dua kasus korupsi menyangkut gubernur ini, masih ditambah hujan kasus korupsi yang menyangkut puluhan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di berbagai wilayah di Indonesia, dengan modus mirip: menyelewengkan APBD”.

E. Hakekat Sentralisasi dan Desentralisasi
Dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2005 tentang Perubahan atas PP No 6/2005 tentang pemilihan dan pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah membawa Indonesia pada titik di mana masalah peran pusat dan daerah masuk kembali pada wacana publik Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah persoalan pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun 1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada pada pemerintah pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan “baik” dari perimbangan ini adalah pelayanan negara terhadap masyarakat. Seperti telah diketahui, pemahaman dan tujuan “baik” semacam itu sudah dipandang ketinggalan zaman. Saat ini desentralisasi dikaitkan pertanyaan apakah prosesnya cukup akuntabel untuk menjamin kesejahteraan masyarakat lokal. Semata birokrasi untuk pelayanan tidak cukup untuk menjamin kesejahteraan masyarakat, bahkan sering merupakan medium untuk melencengkan sumber daya publik. Kontrol internal lembaga negara sering tak mampu mencegah berbagai macam pelanggaran yang dilakukan pejabat negara. Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia . Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah “melepaskan diri sebesarnya dari pusat” bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah”. Karena takut dianggap tidak politically correct, banyak orang enggan membahas peran pusat dan daerah secara kritis. Kini sudah saatnya proses pembahasan dibuka kembali dengan mempertimbangkan fakta-fakta secara lebih jujur Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses satu arah dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi” itu adalah masalah perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran yang paling sah adalah argumen mana yang terbaik bagi masyarakat. Kedua, batas antara pusat dan daerah tidak selalu jelas. Kepentingan di daerah bisa terbelah antara para elite penyelenggara negara dan masyarakat lokal. Adalah mungkin pemerintah pusat memainkan peran menguatkan masyarakat lokal dalam menghadapi kesewenangan kekuasaan. Ketiga, dalam suatu masyarakat yang berubah, tanggung jawab pusat maupun daerah akan terus berubah pula. Dalam penyelenggaraan negara selalu ada aspek dan definisi baru tentang peran pusat dan daerah. Misalnya, globalisasi akan meningkatkan kembali campur tangan pusat di daerah di sisi-sisi tertentu. Karena itu, desentralisasi dan sentralisasi dapat terjadi bersamaan pada aspek-aspek berbeda. Pusat mempunyai kecenderungan untuk mendorong sentralisasi karena berbagai alasan. Untuk alasan “negatif” dapat disebut alasan seperti kontrol sumber daya dan menjadikan daerah sebagai sapi perah. Namun, ada alasan-alasan yang dapat bersifat “positif”, seperti kestabilan politik dan ekonomi, menjaga batas kesenjangan agar tidak terlalu buruk, dan mendorong program secara cepat. Harus diingat, dalam banyak negara, termasuk Indonesia , pusat mempunyai sumber daya manajerial, kecakapan lebih banyak dalam berinteraksi secara global, dan ada pada domain di mana pengaruh etik pembangunan yang diterima secara internasional. Pemerintah pusat juga berada pada hot spot proses politik. Adalah lebih mungkin terjadi situasi di mana pemerintah di bawah tekanan jika kekuatan masyarakat sipil bersatu. Bagaimana hal-hal itu dapat menghasilkan sesuatu yang positif atau negatif tergantung pada situasinya. Pertama yang penting adalah legitimasi politik pemerintah pusat. Secara sederhana, harus dibedakan antara legitimasi terhadap para pemimpin di tingkat nasional dan legitimasi terhadap birokrasi. Pemerintah pusat sering harus mengandalkan birokrasi untuk programnya terhadap daerah. Kepopuleran individu selalu tidak bertahan lama dan dapat segera dirusak oleh ketidakmampuan memperbaiki mutu birokrasi. Di Indonesia, birokrasi yang sebenarnya memiliki kompetensi dan orientasi lumayan pada awal reformasi kini mulai dibelokkan kekuatan politik partai dan kelompok. Penyelenggara negara di tingkat pusat terdiri dari beberapa partai politik. Kombinasi antara partai politik yang hampir seluruhnya punya masalah akuntabilitas dan sistem politik representasi (oleh partai politik yang dapat dikatakan sama di DPRD) yang tidak akuntabel di tingkat lokal membuat masyarakat lokal tidak mudah memercayai “pusat”. Jika ingin memperbaikinya, pemerintah pusat harus mampu membuat standar akuntabilitas sendiri agar mendapat dukungan masyarakat lokal. Indonesia kini mulai mengalami apatisme terhadap desentralisasi. Situasi ini bisa dimanfaatkan pemerintah pusat untuk melakukan perubahan di tingkat daerah. Kasus Argentina dan Brasil yang bersifat federalis menunjukkan jatuhnya legitimasi para elite politik lokal memberikan kesempatan kepada elite nasional untuk melakukan resentralisasi di bidang ekonomi untuk bidang- bidang tertentu. Kedua pemerintahan banyak menggunakan struktur internal (birokrasi) untuk mengubah arah, tanpa terlalu banyak berurusan dengan struktur politik yang ada. Kembali kepada persoalan awal, masalah sentralisasi dan desentralisasi bukan lagi dipandang sebagai persoalan penyelenggara negara saja. Pada akhirnya kekuatan suatu bangsa harus diletakkan pada masyarakatnya. Saat ini di banyak wilayah, politik lokal dikuasai selain oleh orang-orang partai politik juga kelompok-kelompok yang menjalankan prinsip bertentangan dengan pencapaian tujuan kesejahteraan umum. Kekuatan kelompok pro pembaruan lemah di banyak daerah dan langsung harus berhadapan dengan kekuatan-kekuatan politik lokal dengan kepentingan sempit. Pemerintah pusat seharusnya memperkuat elemen masyarakat untuk berhadapan dengan kekuatan tadi. Sebagai contoh, KPU daerah diberi wewenang untuk merekomendasikan penghentian pilkada, bukan melalui gubernur dan DPRD. Namun, sebagai institusi KPU daerah harus diperkuat secara institusional dan organisatoris. Meskipun pemerintah pusat mungkin tidak diharapkan untuk ikut mendorong perubahan sistem politik yang ada sekarang, perbaikan penegakan hukum di daerah-daerah sangat membantu kekuatan masyarakat pro perubahan. Birokrasi sekali lagi adalah alat pemerintah pusat untuk melakukan perbaikan daerah. Birokrasi, jika dirancang secara sungguh-sungguh, bisa berperan sebagai alat merasionalisasikan masyarakat. Pemerintah pusat, misalnya, membantu pemerintah daerah dalam mendesain pelayanan publik yang akuntabel. Pemerintah daerah sering pada situasi terlalu terpengaruh dengan kepentingan perpolitikan lokal. Terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah representasi persoalan daerah di tingkat pusat. Sekarang ini sistem perwakilan daerah yang ada baik di DPR maupun asosiasi bersifat elitis. Tetap yang berlaku antara hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Persoalan daerah harus ditangani oleh sesuatu badan yang lebih independen dari kepentingan yang ada di pusat dan daerah. Badan ini seharusnya mampu membahas apa peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang paling diperlukan untuk kesejahteraan daerah. Perlu dipikirkan suatu badan yang otoritatif untuk membuat advokasi, rekomendasi kebijakan, dan pemonitoran yang mewakili orang-orang kompeten baik unsur pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat.

Wewenang Lini, Staff, dan Fungsional

Wewenang Lini, Staff, dan Fungsional

Wewenang lini (Lini Authority), adalah wewenang dimana atasan langsung memberi wewenang kepada bawahannya, wujudnya dalam wewenang perintah dan tercermin sebagai rantai perintah yang
diturunkan ke bawahan melalui tingkatan organisasi.

Wewenang Staf (Staff authority), adalah hak para staf atau spesialis untuk menyarankan, memberi rekomendasi atau konsultasi kepada personalia lini.

Wewenang staf fungsional (Functional Staff Authority), adalah hubungan terkuat yang dapat dimiliki staf dengan satuan-satuan lini. Bila spesialis staf diberi wewenang fungsional oleh manajemen puncak maka dia mempunyai hak untuk memerintah satuan lini sesuai dengan kegiatannya.

Chester Bamard mengatakan bahwa seseorang bersedia menerima komunikasi yang bersifat kewenangan bila memenuhi:

1. Memahami komunikasi tersebut
2. tidak menyimpang dari tujuan organisasi
3. tidak bertentangan dengan kepeningan pribadi
4. Mampu secara mental dan fisik untuk mengikutinya

Agar wewenang yang dimiliki oleh seseorang dapat di taati oleh bawahan maka diperlukan adannya.

1. Kekuasaan ( power ) yaitu kemampuan untuk melakukan hak tersebut, dengan cara mempengaruhi individu, kelompok, keputusan. Menurut jenisnya kekuasaan dibagi menjadi 2 yaitu:

  1. Kekuasaan posisi ( position power ) yang didapat dari wewenang formal, besarnya ini tergantung pada besarnya pendelegasian orang yang menduduki posisi tersebut.
  2. Kekuasaan pribadi ( personal power ) berasal dari para pengikut dan didasarkan pada seberapa besar para pengikut mengagumi, respek dan merasa terikat pada pimpinan.
2. Tanggung jawab dan akuntabilitas tanggung jawab ( responsibility) yaitu kewajiban untuk melakukan sesuatu yang timbul bila seorang bawahan menerima wewenang dari atasannya. Akuntability yaitu permintaan pertanggung jawaban atas pemenuhan tanggung jawab yang dilimpahkan kepadanya. Yang penting untuk diperhatikan bahwa wewenang yang diberikan harus sama dengan besarnya tanggung jawab yang akan diberikan dan diberikan kebebasan dalam menentukan keputusan-keputusan yang akan diambil.

3. Pengaruh ( influence ) yaitu transaksi dimana seseorang dibujuk oleh orang lain untuk melaksanakan suatu kegiatan sesuai dengan harapan orang yang mempengaruhi. Pengaruh dapat timbul karena status jabatan, kekuasaan dan menghukum, pemilikan informasi lengkap juga penguasaan saluran komunikasi yang lebih baik.





SUMBER
http://ekacyliiaa.blogspot.co.id/2010/05/wewenang-lini-staf-dan-fungsional.html
http://dimaswahyoe.blogspot.co.id/2013/01/03-wewenang-lini-staf-dan-fungsional.html

Struktur Lini dan Staff

STRUKTUR LINI DAN STAFF

Organisasi Staff / Lini adalah suatu bentuk organisasi dimana pelimpahan wewenang langsung secara vertical dan sepenuhnya dari kepemimpinan terhadap bawahannya.

Bentuk lini juga disebut bentuk lurus atau bentuk jalur. Bentuk ini merupakan bentuk yang dianggap paling tua dan digunakan secara luas pada masa perkembangan industri pertama. Organisasi Lini ini diciptakan oleh Henry Fayol.

Keuntungan dari struktur organisasi ini adalah:
1) Orang-orang yang mempunyai kekuasaan bertanggung-jawab dan terbuka.
2) Proses pengambilan keputusan berjalan dengan tepat.
3) Disiplin kerja yang mudah dikontrol
4) tingginya solidaritas diantara anggota
5) adanya kesempatan yang luas bagi para anggota untu dapat mengembangkan bakatnya.

Kerugian dari struktur organisasi ini adalah:
1) Tujuan organisasi sama, atau tujuan dari pihak-pihak tertentu saja.
2) Pimpinan organisasi terkadang berbuat semaunya.
3) kelangsungan hidup organisasi sangat ditentukan oleh seseorang.
4) Kurang didalam pengembangan aktifitas pada setiap anggota.


Secara skematis, organisasi garis dan staf dapat digambarkan sebagai berikut :








SUMBER
https://zikriimam.wordpress.com/2009/12/27/struktur-organisasi-lini-staff-dan-fungsional/
http://mahfudin713.blogspot.co.id/2014/11/struktur-organisasi-organisasi-garis.html